KARIMUN, kabarkarimun.com – Menyambut bulan suci Ramadhan, begitu banyak tradisi-tradisi yang dilakukan masyarakat, khususnya Suku Melayu Kabupaten Karimun.
Sayangnya, tradisi-tradisi tadi mulai tergerus oleh perkembangan zaman. Apa saja tradisi yang mulai terlupakan itu? Simak ulasan berikut.
Adab Berkampung
Adab Berkampung merupakan tradisi menukar juadah saat Ramadhan tiba. Hal ini menunjukkan kalau masyarakat Melayu terkenal dengan sifat solidaritas dan sosial yang tinggi.
“Betul. Di tengah masyarakat Melayu ada yang namanya Adab Berkampung saat Ramadhan. Orang Melayu kita senantiasa melakukan tukar juadah ke sesama masyarakat di kampung. Ini menunjukkan kalau masyarakat Melayu memiliki sifat solidaritas dan sosial yang tinggi,” ungkap Tokoh Adat dan Budayawan Melayu, Raja Syirwansyah.
Tujuh Likur
Tradisi Tujuh Likur digelar saat menyambut malam ke 21 Ramadhan. Biasanya masyarakat memeriahkan malam Tujuh Likur dengan memasang lampu colok.
Sebuah kebiasaan masyarakat Melayu yang telah berlangsung sangat lama dan terus lestari sampai kini. Namun sejak Covid 19, tradisi berangsur-angsur terlupakan.
Tradisi Tujuh Likur adalah tradisi memasang lampu pelita (lampu dengan bahan bakar minyak) di perkarangan rumah dan menghias jalan-jalan.
“Tradisi Selikur sampai Tujuh Likur itu sebenarnya tradisi masyarakat Melayu yang sudah ada sejak zaman dulu sebelum ada listrik. Masyarakat Melayu kita meletakkan lampu colok di sepanjang jalan untuk penerangan, karena pada 10 malam terakhir di bulan Ramadhan itu kita kan beramai-ramai membayar zakat,” beber Raja Syirwansyah.
Mandi Belimau
Mandi Belimau merupakan tradisi masyarakat Melayu saat menyanbut datangnya bulan suci Ramadhan.
Tradisi Mandi Belimau artinya pencucian atau pensucian lahir dan batin menggunakan air limau.
“Nah kalau mandi belimau ini itu salah satu kegiatan masyarakat kita dalam membersihkan diri. Kenapa digunakan limau? Karena limau ini bisa menghilangkan kotoran di badan, sehingga badan menjadi bersih,” tutur Raja Syirwansyah.
Dikarenakan zaman sudah berubah dan masyarakat Melayu sekarang sudah semakin modern, tradisi-tradisi seperti ini sudah jarang terlihat.
“Masyarakat kita sekarang ini sudah sangat modern, listrik sudah ada, penerangan dimana mana. Jadi tradisi memasang lampu colok di malam Selikur sampai Tujuh Likur pun dirasa tidak diperlukan lagi,” papar Raja Syirwansyah miris.
Begitu pula dengan Mandi Belimau. Berbagai merek sabun dengan mudah ditemukan saat ini. Jadi tradisi Mandi Belimau pun mulai ditinggalkan.
Termasuk Adab Berkampung. Apa karena masyarakat kita sekarang sibuk bekerja kantoran, sehingga dengan tetangga sendiri jarang bertemu.
“Memang tradisi-tradisi Melayu ini sudah tidak relevan di zaman sekarang. Hanya saja, inilah tradisi yang sebenarnya menjadi ciri khas bangsa Melayu sepatutnya tetap dilestarikan oleh generasi penerus. Sehingga tradisi turun temurun tidak hilang di telan zaman,” tutup Raja Syirwansyah. (nku)